Minggu, 28 Maret 2010

NIFAS

NIFAS


Nifas adalah darah yang keluar dari faraj perempuan setelah ia melahirkan, termasuk yang keguguran, baik darahnya sedikit maupun banyak.
Dalam sebuah hadits yang shahih disebutkan bahwa Rasulullah menamakan haid itu dengan nifas tatkala dia bersabda kepada Aisyah saat dia haid: "Apakah kau sedang nifas?". Dengan demikian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara keduanya sampai-sampai pada namanya. Ini merupakan rahmat bagi kaum wanita dimana pada saat mereka melahirkan mereka mendapatkan keringanan, sebagaimana mereka mendapatkan keringanan pada saat haid. Allah berfirman surat Luqman ayat 14:

"Ibunya mengandungnya dalam keadaan lemah bertambah lemah".

Dan firman Allah surat Al Ahqaf ayat 15:

"Ibunya mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah (pula).
Ini semua mengisyaratkan derita para ibu dan kesulitan yang mereka alami saat hamil dan melahirkan. Maka menjadi hikmah Allah dan karuniaNya untuk memberi keringanan pada seorang ibu yang melahirkan dengan menggugurkan sebagian kewajiban dan menggugurkan hak suaminya dalam menggaulinya hingga pulih seperti sediakala.

Jangka Waktu

Nifas tidak memiliki batas minimal. Bahkan sampai ada yang mengatakan: sesungguhnya jika seorang wanita melahirkan dan dia tidak mengeluarkan darah maka hendaknya dia mandi dan shalat. Sedangkan batasan maksimal adalah empat puluh hari. Berdasarkan hadits Ummu Salamah r.a, katanya:

"Di masa Rasulullah saw perempuan-perempuan yang nifas itu tinggal duduk saja, tidak beribadat selama 40 hari".(HR Khamsah kecuali Nasa'i).


Ummu Salamah juga menambahkan: Wanita-wanita yang nifas pada masa Rasulullah duduk saja tidak beribadah selama empat puluh hari, kami meluluri wajah kami dengan waras (jenis tumbuhan), yang berwarna merah.
Yang dimaksud dengan wanita di masa Rasulullah di sini adalah wanita dimasanya, yakni para sahabat dari kalangan wanita, tidak termasuk istri-istri Rasul, sebab isteri-isteri Rasulullah tidak ada yang melahirkan setelah Khadijah.
Darah yang keluar setelah empat puluh hari tidak dianggap darah nifas tetapi sudah darah kotor atau darah istihadhah. Dan jenis darah ini tidak menghalangi seorang perempuan untuk shalat atau melakukan hubungan badan dengan suaminya.
Madzhab Asy Syafi'i menyebutkan bahwa batas maksimal wanita nifas itu adalah enam puluh hari. Namun pendapat yang mengatakan empat puluh hari adalah madzhab jumhur ulama yang dipandang mu'tamad (lebih dipegang).

Hal-hal yang Terlarang Bagi Perempuan Haid dan Nifas
Perempuan-perempuan haid dan nifas sama dengan orang junub dalam hal yang terlarang sebagaimana yang telah kita kemukakan.
Di antara yang terlarang itu adalah:

1.  Puasa
Perempuan haid dan nifas itu tidak boleh berpuasa. Dan mereka wajib mengqadha puasa bulan ramadhan selama hari-hari haid dan nifas tersebut, berbeda dengan shalat yang tidak wajib diqadha dengan maksud menghindarkan kesulitan, karena shalat itu berulang-ulang dan tidak demikian dengan berpuasa. Hal itu berpedoman kepada hadits Abu Sa'id Al Khudri r.a katanya:
 "Rasulullah saw pergi ke tempat shalat di waktu Hari Raya Adha dan Fitri, dan melewati kaum wanita. Maka ia bersabda: Hai golongan wanita! Bersedekahlah kalian karena saya lihat Tuan-tuanlah penduduk yang terbanyak dari neraka! Kenapa wahai Rasulullah? Tanya mereka. Ujar Nabi: Kalian banyak mengutuk dan ingkar kepada suami! Tak seorangpun yang saya lihat orang yang singkat akal dan kurang agamanya yang dapat mempengaruhi akal laki-laki yang teguh, melebihi kalian! Dimana letak kekurangan akal dan agama kami, ya Rasulullah? Ujarnya: Bukankah kesaksian wanita nilainya separuh dari kesaksian laki-laki? Betul, ujar mereka. Nah, itu adalah disebabkan kurangnya akal mereka! Dan bukankah bila mereka haid, tidak shalat dan tidak berpuasa? Benar, ujar mereka pula. Nah disanalah letak kurangnya agama mereka!".(HR Bukhari dan Muslim)

Mu'adzah berkata:
 Saya bertanya kepada Aisyah r. a.: Kenapa wanita haid mengqadha puasa tapi tidak mengqadha shalat? Jawabnya: hal itu kami alami di masa rasulullah SAW. Kami hanya diperintah mengqadha puasa tidak mengqadha shalat".(HR Jamaah)

2. Bersenggama
Selain alasan Al-Quran dan Sunnah juga ijma' umat Islam sedunia sejak zaman Rasulullah SAW sampai sekarang tentang haramnya berhubungan badan dengan wanita yang lagi haid dan nifas. Bahkan Imam Nawawi menghukum kafir dan murtad bagi orang-orang yang menghalalkan jima' dengan wanita yang sedang haid dan nifas. Tapi kalau seorang suami melakukan itu karena lupa atau karena tidak tahu bahwa hukumnya haram, maka ia tidak berdosa dan tidak wajib membayar denda atau kafarat. Sebaliknya, bila ia melakukan dengan sengaja padahal ia tahu perbuatan itu hukumnya haram, maka sipelakunya berdosa besar dan harus bertaubat kepada Allah.   

Anas Bin Malik dalam sebuah riwayat berkata:
"Orang-orang Yahudi, bila perempuan-perempuan mereka sedang  haid mereka tidak mau makan bersama, dan tidak pula berkumpul besama. Hal itu ditanyakan oleh sahabat Nabi SAW, maka Allah turunkan ayat: "Mereka bertanya padamu tentang haid, katakanlah: bahwa itu kotoran makajauhilah, maka jauhilah perempuan-perempuan itu sewaktu haid, dan jangan dekati mereka sampai mereka suci. Dan jika mereka telah suci, maka boleh kamu menggauli mereka sebagaimana diperintahkan Allah. Sesungguhnya Allah sangat mencintai orang-orang yang taubat lagi mennyucikan diri".(QS Al-baqarah:222). Rasulullah SAW bersabda: lakukanlah segala sesuatu kecuali kawin. Di dalam lafadz yang lain: kecuali bersenggama".(HR Jamaah kecuali Bukhari).       

Kemudian sebuah riwayat dari isteri-isteri Nabi saw:
 "Bahwa Nabi saw bila menginginkan sesuatu dari isterinya yang sedang haid, maka ditutupnya sesuatu pada kemaluan isterinya itu". (H.R Abu Dawud. (Menurut Al Hafidh isnadnya kuat)

Dan dari Masruq ibnul Ajda', katanya:
        "Saya tanyakan kepada Aisyah: "Apakah yang boleh dari laki-laki dari isterinya bila ia haid?" Ujarnya: "Segala apa  
        juga, kecuali kemaluan". (Diriwayatkan oleh Bukhari dalam buku Tarikhnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar