Senin, 21 Maret 2011

Memakai Mukena Yang Benar Dalam Shalat



Seorang muslimah sudah seharusnya memahami setiap
perkara penting yang menyangkut agamanya, 
terutama yang bersifat fardhu 'ain, seperti shalat.
Salah satu masalah yang terkait dengan shalat 

dan kurang mendapat perhatian dari sebagian 
muslimat adalah tentang pakaian di dalam shalat.
Masih banyak di antara mereka yang 
belum faham tentang pakaian yang baik
pada waktu shalat.

Sebagian besar ulama kita telah bersepakat bahwa busana
yang sesuai dengan syarat untuk menutup aurat wanita dalam
shalat adalah baju kurung beserta kerudung
(yang sekarang dikenal dengan mukena).Yang
dimaksud sebenarnya adalah menutup seluruh anggota badan
dan kepala.Seumpama baju yang dipakai cukup longgar
sehingga sisanya bisa digunakan untuk menutup kepalanya,
maka hal itu juga dianggap cukup.
Tidak ada perbedaan pendapat antara ulama salaf
(ulama terdahulu) dan sekarang. Pakaian yang sempit
yang membentuk anggota tubuh dan lekuk-lekuk tubuh
wanita tidak boleh dikenakan baik oleh pria maupun wanita,
namun larangan tersebut lebih keras terhadap wanita
karena terjadinya fitnah disebabkan mereka lebih besar.

Adapun  bila seseorang mengerjakan shalat dan menutup
auratnya dengan pakaian yang sempit tersebut maka
shalatnya tidak sah karena auratnya kelihatan dan
ia berdosa pula karena menggunakan pakaiannya
 yang sempit, dan bisa saja mengurangi salah satu
 amalan shalat disebabkan sempitnya pakaian tersebut,
selain itu  hal ini dapat mengundang fitnah
dan perhatian dari orang kepadanya terutama  wanita.

Oleh karenanya ia harus menutup tubuhnya dengan
pakaian yang luas dan menyeluruh menutupnya tidak
membentuk anggota-anggota tubuhnya serta tidak
mengundang perhatian oranglain. Sebaiknya pakaian
tersebut bukan merupakan pakaian yang tipis atau
tembus pandang, ia harus berupa pakaian yang menutup
tubuh wanita secara sempua hinggatidak terlihat sesuatu
dari tubuhnya.Hendaknya pula pakaian tersebut
tidak pendek yang hanya menutupi hingga betis atau
lengan dan tangannya dan tidak pula tembus pandang
sehingga tubuh atau kulitnya tidak nampak,
karena pakaian seperti ini tidaklah termasuk pakaian
yang menutupi.Sehingga seyogyanya muslimah
benar-benar memperhatikan busana
mereka ketika shalat dan terlebih lagi di luar shalat.


Imam Syafi’i berpendapat bahwa wanita muslimah harus
menutupi auratnya secara baik dan benar pada saat
menunaikan shalat,dimana pakaian yang dikenakannya
pada saat ruku’ atau sujud tidak memperlihatkan bentuk
tubuh dan pinggulnya serta bagian-bagian aurat lain yang sensitif.

Diriwayatkan dari Aisyah radhyallahu anha bahwa ia pernah
mengerjakan shalat dengan mengenakan empat lapis pakaian.
yang demikian merupakan amalan yang disunahkan 
dan jika diluar kemampuannya ada bagian yang terbuka
maka diberikan maaf baginya.

Imam Ahmad mengatakan: Secara umum para ulama
bersepakat tentang baju kurung dan kerudung ini. Sedang
yang memakai lebih dari keduanya adalah lebih baik dan
lebih menutupi”.

Dalilnya adalah dari hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah
radhiyallahu anha bahwa Rasulullah bersabda: ”Allah tidak 
menerima shalat wanita (yang telah mencapai usia) haidh 
kecuali jika memakai kerudung.”

Namun masih saja ada diantara kaum wanita yang melakukan
shalat sedangkan sebagian rambutnya atau sebagian lengan
dan kakinya masih terlihat. Maka menurut kesepakatan ulama
dia harus mengulang shalatnya ketika waktunya masih
tersisa ataupun sudah lewat.

Hadits lainnya adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh
Ummu Salamah bahwa beliau pernah ditanya: ”Baju apa yang 
digunakan oleh wanita untuk shalat?’ Dia menjawab’
(Wanita shalat dengan mengenakan kerudung dan baju 
kurung yang longgar yang bisa membungkus bagian
atas kedua telapak kakinya

dijelaskan pula oleh Imam Ahmad sebagai berikut:
Beliau ditanya : ”Bagaimana muslimah harus memakai 
busana ketika shalat?”Beliau menjawab:”Minimal
dia harus mengenakan kerudung dan baju kurung yang

bisa membungkus kedua telapak kakinya. Hendaklah
baju kurung itu longgar dan menutupi kedua kakinya”.

Dalam kitabnya Al-Umm Imam Syafi’i berkata: Kaum wanita 
harus menutupsegala sesuatu ketika shalat kecuali kedua 
telapak tangan dan wajahnya

Dari Usamah bin Zaid, ia berkata: AKu pernah diberi 
oleh rasulullah kain Qibthiyahyang tebal, lalu kuberikan 
kepada istriku. Kemudian Nabi bertanya mengapa
kain itu tidak kamu pakai? kujawab : Ya, Rasulullah
kain itu kuberikan kepada istriku.Lalu Nabi bersabda: 
Suruhlah dia supaya memberi pelapis 
dibawahnya sebab saya khawatir kalau-kalau pakaian 
itu dapat mensifati besaya tulang-tulangnya” 
 (Hadits riwayat Ahmad).

Hadits ini menunjukkan bahwa perempuan itu wajib
menutupi seluruh tubuhnya dengan pakaian yang kiranya
kulit badan itu tidak nampak dari luar dan ini adalah
syarat bagi menutup aurat. Al-Muwwafaq berkata dalam
kitabnya Al-Mughni: Dan disunnatkan perempuan shalat
dengan memakai rukuh yaitu pakaian yang serupa
dengan kemeja tetapi sangat panjang sehingga dapat
menutup kedua tumit, dan berkerudung yang dapat
menutup kepala dan pundak dan jilbab (abaya) yang dapat
menutupi rukuhnya itu.

Al-Muwwafaq berkata : Pada umumnya ulama-ulama
sudah sepakat bahwa rukuh (mukena) kerudung dan lebih
dari itu adalah lebih baik dan lebih dapat menutup badan,
dan karena jika dia memakai jilbab, maka akan terpelihara
lah dia waktu ruku’dan sujud, karena pakaiannya
itu tidak mensifati dirinya, sehinggamenyebabkan
nampak pantat dan letak-letak auratnya.

dalil-dalil diatas dapat difahami bahwa seorang muslimah
harus mengenakan kerudung dan baju kurung ketika
shalat dan diusahakan agar busana tersebut cukup tebal
agar tidak menampakkan bagian-bagian tubuh yang
sensitif ketika ia ruku atau sujud selain itu baju kurung
itupun diusahakan panjang supaya bagian kedua telapak
kaki tidak akan menyembul/terlihat ketika shalat.Sayangnya
model mukena (busana shalat) yang kita dapati di pasaran
kebanyakan terbuat dari bahan yang tipis bahkan tembus
pandang sehingga syarat menutup auratnya tidak terpenuhi
karenaitu setelah kita tahu maka kita dapat mengenakan
pelapis dibawahnya agar terlihat tebal tidak membentuk
lekuk tubuh atau carilah bahan yang tebal dalam
membuat mukena.

Di era modern seperti sekarang ini banyak kita jumpai
berbagai macam model mukena, di antaranya ada yang
model terusan dan ada yang model potongan.
dua-duanya bisa di pakai untuk sholat asalkan bisa
dengan benar dalam memakainya.karena keduanya,
masing-masing  ada kekurangannya,  jika
memakainya tidak dengan cara yang baik dan benar.
hendaknya pula mukena tersebut terbuat dari bahan
yang tebal, jangan terlalu banyak bordir apabila suka
yang ada bordirnya. lebih bagus berwarna putih, suci,
dan bersih.

Bagaimana dengan mukena yang terbuat  dari
bahan parasit???
karena dihawatirkan  tembus pandang sehingga rambut,
kaki, dan kulit telapak tangan kita kelihatan, maka
sebaiknya kita memakai dalaman pada kepala kita dan
kaos kaki yang suci pada kaki kita.atau yang lebih aman
lagi jangan menggunakannya. dan pilihlah mukena yang
aman, tebal dan nyaman di pakai, sehingga ukurannya
pas dimuka dan rambut tidak menyembur keluar, pas
ukuran tanganyya, agar tidak terlihat lengan kita.pilihlah
mukena potongan yang ada lengannya sehinga ketika
mengangkat tangan saat takbiratul ihram,ruku', i'tidal,
dan sujud  bagian dalam tubuh kita tidak tampak.pas
juga panjang dan ukurannya agar ketika sujud kaki kita
tidak terlihat karena di sebabkan mukena kita kekecilan.
Wallahu a'lam Bish shawaab.

Rabu, 16 Maret 2011

Hikmah Musibah dan Bencana Dalam Kehidupan


Dunia sekarang sedang berduka. dengan adanya berbagai macam musibah yang menimpa beberapa negara. salah satunya gempa, tsunami dan krisis nuklir yang melanda jepang.di sisi lain negara-negara arab sedang krisis politik dan ekonomi akibat peperangan. di negara kita sendiri indonesia tidak putus-putusnya di timpa musibah yang berkepanjangan. semua kembali pada diri kita masing-masing apa yang telah kita perbuat selama di dunia ini??? sehingga banyak terjadi bencana di dunia ini??.

Dari tinjauan islam,musibah apapun yang berupa bencana alam atau akibat kelalaian manusia, segala yang terjadi telah ditakdirkan oleh Allah SWT. Berat mata memandang,memang tak seberat bahu memikul. Suka atau tidak kehidupan harus terus berjalan. Oleh sebab itu pastilah ada hikmah yang dapat diambil dari berbagai kejadian yang menimpa, karena Allah yang Maha Adil dan Penyayang pasti tidak akan berbuat aniaya.

Ibnu Qayyim berkata:
“Andaikata kita bisa menggali hikmah Allah yang terkandung dalam ciptaan dan urusanNya, maka tidak kurang dari ribuan hikmah. Namun akal kita sangat terbatas, pengetahuan kita terlalu sedikit dan ilmu semua makhluk akan sia-sia jika dibandingkan dengan ilmu Allah, sebagaimana sinar lampu yang sia-sia dibawah sinar matahari. Dan ini pun hanya kira-kira, yang sebenarnya tentu lebih dari sekedar gambaran ini.”
Diantara beberapa hikmah yang bisa saya kutip diantaranya: 

HUKUM MAD


 A. Pengertian Mad
Mad menurut bahasa adalah memanjangkan atau sesuatu yang memanjang. Menurut pendapat yang lain adalah Az Ziyadah yaitu sesuatu yang tambah. Sedangkan menurut Istilah adalah memanjangkan suara huruf dari huruf-huruf mad.
Adapun huruf-huruf mad yaitu:ا  و ي
1. Alif mutlak jatuh setelah fathah contoh: قَا لَ , مُوْسى
2. Wawu mati jatuh setelah dhommah contoh:ا قُوْلُوْا , كونُوْ
3. Ya’ mati jatuh setelah kasroh contoh : أ مِنِيْنَ

Jenis mad terbagi 2 macam, yaitu :

1. Mad Ashli / Mad Thobi’i
Mad Ashli / mad thobi’i terjadi apabila :
- huruf berbaris fathah bertemu dengan alif
- huruf berbaris kasroh bertemu dengan ya mati
- huruf berbaris dhommah bertemu dengan wawu mati
Panjangnya adalah 1 alif atau dua harokat.
contoh :
image

2. Mad far’i
Adapun jenis mad far’i ini terdiri dari 13 macam, yaitu :

1) Mad Wajib Muttashil
Yaitu setiap mad thobi’i bertemu dengan hamzah dalam satu kata. Panjangnya adalah 5 harokat atau 2,5 alif. (harokat = ketukan/panjang setiap suara)
Contoh :
image
2) Mad Jaiz Munfashil
Yaitu setiap mad thobi’i bertemu dengan hamzah dalam kata yang berbeda.
Panjangnya adalah 2, 4, atau 6 harokat (1, 2, atau 3 alif).
Contoh :
image
3) Mad Aridh Lissukuun
Yaitu setiap mad thobi’i bertemu dengan huruf hidup dalam satu kalimat dan dibaca waqof (berhenti).
Panjangnya adalah 2, 4, atau 6 harokat (1, 2, atau 3 alif).  Apabila tidak dibaca waqof, maka hukumnya kembali seperti mad thobi’i.
Contoh :
image
4) Mad Badal
Yaitu mad pengganti huruf hamzah di awal kata. Lambang mad badal ini biasanya berupa tanda baris atau kasroh tegak .
Panjangnya adalah 2 harokat (1 alif)
Contoh :
image
5) Mad ‘Iwad
Yaitu mad yang terjadi apabila pada akhir kalimat terdapat huruf yang berbaris fathatain dan dibaca waqof.
Panjangnya 2 harokat (1 alif).
Contoh :
image
6) Mad Lazim Mutsaqqol Kalimi
Yaitu bila mad thobi’i bertemu dengan huruf yang bertasydid.
Panjangnya adalah 6 harokat (3 alif).
Contoh :
image
7) Mad Lazim Mukhoffaf Kalimi
Yaitu bila mad thobi’i bertemu dengan huruf sukun atau mati.
Panjangnya adalah 6 harokat (3 alif).
Contoh :
image
8. Mad Lazim Harfi Musyba’
Mad ini terjadi hanya pada awal surat dalam al-qur’an. Huruf mad ini ada delapan, yaitu :
image
Panjangnya adalah 6 harokat (3 alif)
Contoh :
image
9) Mad Lazim Mukhoffaf Harfi
Mad ini juga terjadi hanya pada awal surat dalam al-qur’an. Huruf mad ini ada lima, yaitu :
image
Panjangnya adalah 2 harokat.
Contoh :
image
10) Mad Lin
Mad ini terjadi bila :
huruf berbaris fathah bertemu wawu mati atau ya mati, dan setelahnya terdapat huruf hidup yg diwaqaf.
Mad ini terjadi di akhir kalimat  yang dibaca waqof (berhenti).
Panjang mad ini adalah 2 – 6 harokat ( 1 – 3 alif).
Contoh : 





11) Mad Shilah
Mad ini terjadi pada huruh “ha” di akhir kata yang merupakan dhomir muzdakkar mufrod lilghoib (kata ganti orang ke-3 laki-laki).
Syarat yang harus ada dalam mad ini adalah bahwa huruf sebelum dan sesudah “ha” dhomir harus berbaris hidup dan bukan mati/sukun.
Mad shilah terbagi 2, yaitu :
a) Mad Shilah Qashiroh
Terjadi bila setelah “ha” dhomir terdapat huruf selain hamzah. Dan biasanya mad ini dilambangkan dengan baris fathah tegak, kasroh tegak, atau dhommah terbalik pada huruf “ha” dhomir.
Panjangnya adalah 2 harokat (1 alif).
Contoh :
image
b) Mad Shilah Thowilah
Terjadi bila setelah “ha” dhomir terdapat huruf hamzah.
Panjangnya adalah 2-5 harokat (1 – 2,5  alif).
Contoh :
image
12) Mad Farqi
Terjadi bila mad badal bertemu dengan huruf yang bertasydid dan untuk membedakan antara kalimat istifham (pertanyaan) dengan sebuutan/berita.
Panjangnya 6 harokat.
Contoh :
image
13) Mad Tamkin
Terjadi bila dua huruf ya' bertemu dalam satu kalimat, di mana ya' pertama berbaris kasroh dan bertasydid dan ya' kedua berbaris sukun/mati.
Panjangnya 2 – 6 harokat (1 – 3 alif).
Contoh :
image
Waqof Dan Ibtida’


A. Pengertian Waqof, Qotho’ dan Ibtida’
 
Waqof menurut bahasa adalah berhenti. Sedangkan menurut istilah adalah menghentikan suara dan perkataan sebentar (menurut adat) untuk bernafas bagi Qori’ dengan niat untuk melanjutkan bacaan selajutnya dan bukan berniat untuk meninggalkan bacaan (Qoth’) yang biasanya disunnahkan dengan membaca tashdiq.

Qhoto’ menurut bahasa adalah memotong, sedangkan menurut istilah adalah menghentikan bacaan sama sekali sesudah memotong bacaan, maka gari qori’ jika hendak membaca lagi dia disunnahkan isti’adzah.

Ibtida’ menurut bahasa adalah memulai, sedangkan menurut istilah adalah memulai bacaan sesudah seorang qori mewaqofkan bacaanya. 

Selasa, 15 Maret 2011

 Hukum Membaca Ro’


Hukum membaca ro’ itu ada dua yaitu :

1. Tafkhim

yaiti,Ro’ yang dibaca berat, ketika mengucapkan huruf ini, maka bibir yang bawah terangkat naik. Sedangkan ukuran getaran ro’ paling banyak adalah tiga getaran atau boleh kurang dari tiga getaran dan tidak boleh lebih dari tiga getaran.

Adapun ciri-ciri ro’ yang dibaca tebal adalah sebagai berikut :
a. Ro’ yang berharokat fathah atau dhommah.

Contoh : رَحْمَةٌ, رُبَمَا
 
b. Ro’ mati jatuh setelah harokat fathah atau dhommah (baik ro’ sukun asli atau karena waqof. 
Contoh : يَرْزُقُ , يُرْزَقُون
 
c. Ro’ mati jatuh setelah harokat kasroh dan bertemu dengan huruf isti’la’ dalam satu kalimat (karena tinggi dan beratnya huruf isti’la’). Jumlah hurufnya ada tujuh yaitu yang terkumpul dalam lafadh خُصَّ ضَغْطٍ قِظْ . 
 
Contoh: لبِالمِرْ صَادِ , مِنْ كلِّ فِرْ قَةٍ ,
Tetapi jika ro’ mati jatuh setelah kasroh dan meskipun bertemu dengan huruf isti’la’, tetapi tidak dalam satu kalimat, maka ro’ tetap dibaca tipis. 
Contoh : فَاصْبِرْ صَبْرًا جَمِيْلًا
 

d. Ro’ mati didahului oleh hamzah washol ( baik harokat fathah, dhommah atau kasroh), baik harokatnya itu asli atau aridli. 
Contoh : اِرْ جِعىِ, الذىارْ تَضىَ
 

2. Tarqiq
yaitu ro yang di baca tipis atau ringan.


sedangkan ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
a.Semua ro’ yang berharokat kasroh, baik diawal kalimat, tengah kalimat atau akhir kalimat. Semua itu baik dalam kalimat Isim atau kalilmat Fi’il. 
Contoh : كَافِرِيْنَ , أرِنَا الّذين 
 

b.Ro’ mati jatuh setelah harokat kasroh asli dan sambung sekaligus tidak bertemu dengan salah satu huruf Isti’la’ dalam satu kalimat. 
Contoh : وقَالَ فِرْعَوْنُ, واصْطَبِرْ
 

c.Semua Ro’ yang mati tidak asli (karena waqof) baik ro’ berharokat fathah, dhommah atau kasroh dan selama ro’ tidak jatuh setelah harokat fathah atau dhommah.
Contoh:السّحْرُ, السَّرَا ئِرْ 
 

d. Ro’ mati jatuh setelah harokat kasroh meski bertemu dengan huruf isti’la’ tetapi tidak dalam satu kalimat. 
Contoh : ولاَ تُصَعِّرْ خَدَّكَ
 

e. Ro’ mati sebab waqof dan didahului oleh ya’ mati. 
Contoh : خَيْرٌ, خَبِيْرٌ
 

 Ro’ yang boleh dibaca dengan dua cara.
 

a. Ro’ sukun karena waqof dan jatuh setelah kasroh yang terpisah dengan huruf isti’la’ yaitu pada lafadh عَيْنَ القِطْرِ dan .مِصْرَ 
Sedangkan cara yang bagus membacanya adalah, untuk lafadh مِصْرَ dibaca tebal karena jika dibaca ketika washol, maka ro’ dibaca dengan tebal.
Sedangkan lafadh عَيْنَ القِطْرِ dibaca tipis sebab jika diwasholkan dibaca tipis sebab berharokat kasroh.

b. Lafadh كُلُّ فِرْ قٍ dibaca tebal karena ro’ sukun dan bertemu dengan huruf isti’la’. Dibaca tipis karena karena huruf isti’la’ (qof) berharokat kasroh.
 

 Ro’ yang bertasydid
 

a.Jika kita menjumpai ro’ yang bertasydid, maka cara membacanya yaitu dengan menyamarkan suaranya ro’ (kira-kira paling banyak tiga getaran).
Contoh : الرَّحيْمُ
 

b.Ro’ dibaca tipis sebab ro’ tasydid berharokat kasroh .
Contoh : الرِّ جَالُ
 

c.Ro’ dibaca antara tebal dan tipis yaitu apabila ro’ bertasydid yang berharokat kasroh jatuh setelah harokat fathah.
Contoh:  حَرِّقُوْهُ 
 

d.Ro’ dibaca antara tipis dan tebal yaitu apabila ro’ bertasydid baik berharokat fathah atau dhommah jatuh setelah harokat kasroh. 
Contoh: بسْمِ اللّه الرّحمن الرّحيم
 

 Ringkasan dan pengecualian
~Ro’ sukun jatuh setelah harokat kasroh yang wajib dibaca tafkhim (tebal), hal ini disebabkan karena ro’ tersebut bertemu dengan huruf isti’la’. contoh:
قِرْطَاسٌ

اِرْصَادًا

مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ

مِرْصَادًا

لَبِالْمِرْصَادِ

~Ro’ sukun jatuh setelah harokat kasroh yang wajib dibaca tafkhim (tebal), hal ini disebabkan karena ro’ tersebut jatuh setelah hamzah washol. Banyak sekali terdapat didalam Al Qur an, contoh :

اِنِ ارْتَبْتُمْ

رَبِّ ارْحَمْهُمَا

لِمَنِ ارْتَضَى

اِرْكَعُوْا واسجدوا

امِ ارْتَابُوْا



wallaahua'lam bishowab


Hukum Membaca Lam Jalalah


 

Menurut Hafs, bahwa semua lam yang ada didalam Al Qur an adalah dibaca tarqiq atau tipis kecuali lam yang terdapat dalam lafadh Allah (lafdhul jalalah) harus dibaca dengan taghlidh berat atau tebal.

Adapun tebalnya lam pada lafdhul jalalah itu terbatas yakni ketika lafadh Allah itu jatuh setelah harokat Fathah atau dhommah. Alasan dibaca tebal adalah menandakan akan keagungan Dzat Allah.

 Contoh. وَاللّهُ سَمِيْعٌ , يَوْمَ يَجْمَعُ اللّه
 
Sedangkan apabila lafadh Allah jatuh setelah harokat kasroh tetap dibaca tarqiq atau tipis. Alasannya adalah karena sulit untuk diucapkan.

Contoh : ولِلّهِ, أمِ اللّهِ